Minggu, 27 Juli 2008

Perundingan WTO Tak Berdampak


PERDAGANGAN DUNIA
Pande Radja Silalahi, Ekonom CSIS

Senin, 28 Juli 2008
JENEWA (Suara Karya): Negara-negara berkembang menilai perundingan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tidak akan memberikan dampak terhadap perdagangan dunia, mengingat setiap negara berupaya mempertahankan kepentingannya.

Mendag Mari Elka Pangestu menilai perundingan WTO saat ini lebih sulit dibanding Putaran Uruguay karena negara berkembang sudah lebih canggih dalam bernegosiasi.

Apalagi, kata Mendag pada acara tatap muka dengan masyarakat Indonesia yang berada di Swiss dan staf perwakilan tetap RI di Jenewa, akhir pekan lalu, negara-negara berkembang sudah melengkapi diri dengan data dan argumentasi dalam menghadapi perundingan dengan negara-negara maju.

Pendekatan multilateral dalam kerangka WTO, menurut dia, lebih menempatkan negara berkembang pada posisi yang seimbang dengan negara maju.

Mendag juga menyatakan jika perundingan WTO tidak menghasilkan kesepakatan, maka hal itu akan sangat merugikan negara berkembang karena lemahnya posisi tawar yang dimiliki.

Dikatakannya, mata dunia saat ini terfokus pada perundingan Putaran Doha yang sedang berlangsung di Jenewa. Negara maju maupun berkembang tidak ada yang ingin disalahkan jika perundingan mengalami kemacetan, kata menteri.

Jika perundingan tidak menghasilkan kesepakatan, katanya, maka pembentukan persetujuan bilateral di bidang ekonomi dan perdagangan akan semakin menjamur. "Itu akan merugikan negara berkembang," katanya.

Sementara itu, ekonom CSIS Pande Radja Silalahi meminta pemerintah tetap mempertahankan argumentasi mengenai ekonomi kreatif yang telah disampaikan pada perundingan WTO di Doha.

"Pemerintah dan negara berkembang harus ngotot mempertahankan argumentasi yang disampaikan agar pada perdagangan dunia nanti negara berkembang, khususnya Indonesia, diuntungkan," katanya.

Pande menilai, selama ini yang menikmati hasil dari perdagangan dunia adalah negara-negara maju, sedangkan negara berkembang tidak terlalu merasakan keuntungannya melainkan hanya merasakan kerjanya saja. "Yang bekerja negara berkembang, sedangkan yang diuntungkan negara-negara maju, kan itu nggak benar," ujarnya.

Dia mencontohkan, pada perundingan dengan negara-negara maju itu, Indonesia harus minta kemudahan perdagangan seperti pada produk pertanian dan lainnya. "Pada kesempatan ini, pemerintah harus meminta berbagai kemudahan untuk melakukan perdagangan dunia guna kesejahteraan masyarakat, khususnya di negara berkembang," katanya.

Menurut Pande, pemerintah tidak bisa begitu saja mengikuti usulan-usulan yang diajukan negara maju. Hal itu mengingat negara-negara maju telah mempunyai standar yang tetap dan belum bisa diikuti negara berkembang.

"Pemerintah juga harus menetapkan standar baku pada perdagangan dunia ini. Sebab, jika selalu mengikuti standar mereka, maka kerugian akan banyak diderita negara kita," kata Pande.

Meski demikian, Pande mengatakan, jangan sampai terjadi adanya double standar antara negara maju dan berkembang. "Jika itu terjadi, kerugian akan lebih dirasakan negara berkembang sendiri," ucapnya.

Terkait terobosan yang bisa dilakukan Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, Pande mengatakan, sudah saatnya pemerintah negara berkembang atau setidaknya di Asia Tenggara menguatkan kerja sama perdagangan di tingkat regional. Hal itu dinilainya tidak akan menghambat tujuan negara berkembang yang tergabung dalam kerja sama regional untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.

"Kalau China juga telah melakukan kerja sama cukup erat dengan berbagai negara lainnya, mestinya Indonesia juga bisa membangun kerja sama perdagangan dengan negara Asia Tenggara yang lebih kokoh," ujarnya.

Dalam kesempatan terpisah, juru runding Brasil, Menlu Celso Amorim, mengatakan, perundingan organisasi perdagangan dunia (WTO) kali ini sangat menentukan untuk membuat dunia lebih baik atau sebaliknya.

"Kami akan meneruskannya dan saya pikir perundingan kali ini adalah di mana kita harus mengetahui apakah kesepakatan ini kemungkinan tercapai atau tidak," katanya.

Menurut Amorim, perundingan tersebut harus menghasilkan sesuatu hal. "Mungkin kita tidak dapat menyelesaikan seluruhnya, namun kita harus mencapai kesepakatan," kata Amorim.

Dirjen WTO Pascal Lamy mengatakan, hasil pembahasan kelompok kecil G-6 akan dibawa ke pertemuan Green Room dan selanjutnya disampaikan pada sidang Komisi Negosiasi Perdagangan.

Green Room merupakan perundingan tertutup antara 17-20 anggota WTO yang dianggap mempunyai peran penting dan dapat mewakili anggota lainnya. Beberapa negara yang terus terlibat dalam Green Room antara lain AS, UE, Jepang, Swiss, Australia, Brasil, India, Indonesia, Guyana, Nigeria, dan Mauritius.

Lamy menegaskan, keputusan penyelesaian modalitas penuh perundingan pertanian dan akses pasar produk manufaktur (nonagricultural market access/NAMA) harus dapat diselesaikan.

Untuk itu, Lamy mengimbau para menteri untuk memberikan keputusan politis dan melakukan konsultasi dengan pemerintah pusat masing-masing.

Lamy melanjutkan bahwa isu pembahasan Kelompok G-6+1 tetap terpusat atau berkutat pada dua hal. Pertama, mengenai seberapa besar negara maju dapat mengurangi tingkat subsidinya dalam rangka meningkatkan akses pasar produk pertanian dunia.

Kedua, mengenai peningkatan akses pasar bagi produk industri melalui pengurangan hambatan tarif.

Pascal Lamy menekankan, untuk mencapai kesepakatan modalitas penuh di bidang pertanian dan nonpertanian, maka persyaratan utamanya adalah para perunding harus dapat menunjukkan keinginan untuk memberikan fleksibilitas.

Penyelesaian modalitas penuh bidang pertanian dan nonpertanian sangat bergantung pada hasil perundingan yang akan dilakukan dalam 24 jam ke depan.

Sejak 21 Juli 2008, para menteri anggota WTO berkumpul di Jenewa untuk melanjutkan perundingan sistem perdagangan dunia yang macet sejak 2006 lalu.

Sementara, negara maju justru ingin melindungi produk pertaniannya dari lonjakan impor dengan mengecualikannya dari daftar produk yang dipotong tarifnya (sensitives products). (Kentos/Bayu)
sumber:http://www.suarakarya-online.com

Rabu, 16 Juli 2008

Budidaya Pertanian di Lahan Pegunungan




Lahan Pegunungan

Sejauh ini pertanian di lahan pegunungan sering dituding sebagai penyebab terjadinya erosi, longsor dan banjir karena pengelolaannya tidak mengikuti kaidah pertanian yang baik. Institusi yang berwenang dan terlibat dalam fasilitas pengelolaan lahan pegunungan seyogyanya mempunyai persepsi sama tentang Sistem Usaha Tani (SUT) konservasi, serta mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang telah diakui secara internasional. Prinsip-prinsip tersebut adalah (1) kerusakan hutan dan lahan tidak lebih cepat dari regenerasi hutan dan lahan; (2) kepunahan jenis atau spesies tidak melebihi evolusi jenis atau spesies itu sendiri; (3) laju erosi tanah tidak lebih cepat dari pembentukan tanah; (4) emisi karbon tidak lebih tinggi dari fiksasi karbon; dan (5) permintaan akan produk pertanian tidak lebih banyak dari produksi pertanian.

Budidaya pertanian di lahan pegunungan dihadapkan pada faktor pembatas biofisik seperti lereng yang relatif curam, kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi; serta curah hujan yang relatif tinggi. Kesalahan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan di daerah pegunungan dapat menimbulkan kerusakan atau cekaman biofisik berupa degradasi kesuburan lahan dan ketersediaan air yang dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di lahan pegunungan, tetapi juga di dataran rendah. Oleh karena itu agar dapat memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat luas, lahan pegunungan perlu dikelola secara optimal dengan sentuhan teknologi.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah melakukan berbagai penelitian berkaitan dengan teknologi budidaya pertanian pada lahan pegunungan yang dituangkan dalam “Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan”. Melalui pedoman tersebut masyarakat diharapkan dapat melakukan budidaya pertanian di lahan pegunungan dengan mengikuti kaidah yang benar. Dengan demikian intensitas dan frekuensi longsor serta erosi dan degradasi lahan pegunungan dapat dikurangi sebagai implementasi dari konsep pertanian yang baik(Good Agricultural Practices).

sumber:http://imza.wordpress.com

Sabtu, 12 Juli 2008

Dana Pertanian Uni Eropa untuk Bantu Afrika


Laporan koresponden Vanessa Mock di Brussel

07-07-2008

voedselcrisisPara petani Afrika tanpa diduga akan mendapat bantuan Uni Eropa tahun depan, berkat rencana dana satu milyar euro untuk meningkatkan produksi pangan. Namun rencana tersebut tampaknya akan menemui tentangan keras, apalagi karena pada dasarnya Komisi Eropa bermaksud menggunakan subsidi pertanian yang tidak digunakan untuk membantu negara-negara yang terkena dampak parah krisis pangan dunia.

"Kami akan datang dengan paket bantuan yang memungkinkan negara-negara berkembang yang selama ini harus mengimpor bahan pangan untuk memperoleh dana bagi bibit dan pupuk sehingga kemampuan sektor pertanian negara-negara ini bisa ditingkatkan." Demikian Mariann Fischer Boel, Komisaris Pertanian Uni Eropa. "Untuk kebijakan bantuan pembangunan, sektor pertanian selalu tidak dipentingkan dalam 20 tahun ini. Ketinggalan itu harus dikejar."

Mariann Fischer Boel: "Kami akan mengajukan rancangan bagaimana harus memberi bantuan, bukan bantuan jangka pendek bagi negara berkembang atau negara yang paling menderita, tapi negara-negara yang bergantung pada impor pangan. Kami akan memberi suntikan dana supaya negara-negara ini bisa membeli benih dan pupuk".





Dana CAP
Rencana yang akan diluncurkan besok itu, bertujuan untuk mendirikan lembaga dana yang berasal dari dana kebijakan pertanian bersama Uni Eropa, disebut dana CAP. Melejitnya permintaan pangan menyebabkan kelebihan dalam CAP. Tidak ada kelebihan pangan di pasar, sehingga dana itu tidak perlu dipakai membeli kelebihan pasokan pangan.

Kelompok-kelompok yang selama ini berkampanye bagi para petani negara-negara berkembang menyambut rencana ini. Tetapi mereka berpendapat, diperlukan langkah-langkah yang lebih drastis lagi untuk menghimpun dana sebesar 30 milyar euro yang dibutuhkan untuk bisa menghentikan kelaparan yang melanda negara-negara termiskin dunia.

"Kami butuh lebih banyak bantuan," kata Jacques Diouf, Dirjen FAO, organisasi pangan dan pertanian PBB.

Jacques Diouf: "Kita harus bisa meningkatkan pesediaan pangan di negara-negara yang mengalami kekurangan pangan yang tingkat investasi mereka rendah pula. Ini akan memudahkan mereka mengendalikan produksi, mengelola air dan membangun infrakstruktur. Yang lebih penting lagi, kita harus bisa membentuk sistem perdagangan internasional yang lebih adil, sehingga ekspor negara-negara ini bisa meningkat."

Menentang
Menariknya, walaupun para pemimpin Uni Eropa sudah bertekad menangani krisis pangan dunia, sebenarnya banyak juga di antara mereka yang tidak setuju dengan rencana mutakhir ini. "Akan sulit untuk menggolkan rencana ini," kata seorang diplomat Eropa di Brussel. "Negara-negara yang banyak menyumbang dalam CAP akan meminta kembali dana mereka yang tidak dipakai itu."

Kaum oposisi berpegang pada prinsip bahwa subsidi yang tidak digunakan harus dikembalikan kepada pemerintah nasional masing-masing negara anggota. Negara-negara Uni Eropa yang paling banyak mengalirkan dana ke CAP, termasuk Belanda, Jerman dan Swedia, diyakini akan paling menentang gagasan tersebut. Maklum negara-negara ini juga sudah punya sendiri dana bantuan dan pembangunan yang besar. "Mereka tidak menghendaki uang itu digunakan untuk bantuan," lanjut sang diplomat.

Keadaan khusus

Menteri Pertanian Prancis, Michel Barnier, yang negerinya menjabat sebagai ketua bergilir Uni Eropa mengatakan bahwa hal itu merupakan "gagasan baru dan penting" yang harus dipelajari mengingat apa yang disebutnya "keadaan khusus" yang sekarang berkembang. Namun Barnier juga menekankan bahwa para pemerintah menghadapi "keterbatasan-keterbatasan" yang lain, seperti "pengurangan defisit anggaran pendapatan dan belanja".

Para menteri keuangan dan Parlemen Eropa masih harus menyetujui gagasan itu sebelum benar-benar dilaksanakan.

sumber :www.ranesi.nl
Kata Kunci: Afrika, dana CAP, krisis pangan, petani, subsidi pertanian, Uni Eropa

Selasa, 01 Juli 2008

Anda Minat Budidaya Lengkeng? Kunjungi Field Day Balitjestro

Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Sub Tropika (Balitjestro) akan selenggarakan Field Day pada tanggal 4-6 Juli 2008 di Batu, Malang. Ada beberapa rangkaian kegiatan selama acara tersebut berlangsung, antara lain, Workshop Budidaya Lengkeng, Aneka Kursus Teknologi Tanaman Hortikultura, Festival Kudapan Berbahan Jeruk, Festival Jeruk Berkhasiat, hingga Bursa Tanaman Hortikultura.

Perkembangan agribisnis hortikultura terutama buah-buahan sub tropika diperkirakan mempunyai peranan yang sangat penting di waktu mendatang dalam menunjang tumbuhnya sektor perekonomian di Indonesia. Balitjestro sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan teknologi unggulan tanaman jeruk, apel, anggur dan lengkeng. Semuanya diciptakan untuk memberikan nilai tambah bagi produk buah-buahan subtropika tersebut dan disesuaikan dengan tahapan kegiatan agribisnis. Mulai dari penyediaan sarana produksi, proses produksi, penanganan pascapanen, hingga pemasarannya.

Pagelaran Field Day ini merupakan salah satu upaya dalam menginformasikan hasil penelitian dan pengkajiannya dengan tujuan untuk lebih mendekatkan hasil inovasi teknologi kepada pengguna. Tema yang diusung dalam kegiatan ini adalah ”Memanfaatkan inovasi teknologi menuju kemandirian pemenuhan kebutuhan buah substitusi impor”. Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari itu akan dihadiri oleh para peneliti, pengambil kebijakan, pengusaha eskpor/impor hortikultura, petani, mahasiswa, pelaku agribisnis serta masyarakat hortikultura Indonesia. Tujuannya adalah untuk menghimpun tanggapan dan umpan balik inovasi teknologi tanaman jeruk dan buah subtropika sebagai upaya penyempurnaan program penelitian kedepan. Disamping itu juga untuk meningkatkan sinergi antara para pengambil kebijakan, peneliti dan pelaku agribisnis hortikultura terutama tanaman buah-buahan.

Workshop Budidaya Lengkeng Dataran Rendah sebagai salah satu acara Field Day akan diselenggarakan pada hari Sabtu, 5 Juli 2008, untuk mengungkap tuntas teknik-teknik pembibitan dan budidaya lengkeng dataran rendah. Acara tersebut akan menghadirkan para pakar dan petani lengkeng dari Jawa Tengah yang akan memberikan pengalaman dalam mengelola lengkeng dataran rendah.

Bila anda berminat, silahkan kontak Balitjestro.

Sumber:http://www.litbang.deptan.go.id

Segarkan Balkon dengan Pot Tanaman

30 June 2008

Lahan terbatas sering dikeluhkan oleh para pemilik rumah. Apalagi bagi mereka yang hobi berkebun, dan ingin memiliki taman atau kebun sendiri. Balkon bisa menjadi solusi untuk keterbatasan tadi.

Lahan terbatas sering dikeluhkan oleh para pemilik rumah. Apalagi bagi mereka yang hobi berkebun, dan ingin memiliki taman atau kebun sendiri. Balkon bisa menjadi solusi untuk keterbatasan tadi. Area balkon bisa dimanfaatkan sebagai alternatif lahan berkebun. Cukup mengandalkan ide kreatif, dan memanfaatkan tanaman-tanaman dalam pot.

Tanaman pot bersifat praktis dan fleksibel. Letaknya mudah disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan penataan yang pas, tanaman-tanaman dalam pot pun bisa secantik taman di halaman.

Misalnya dengan cara begini. Tempatkan beraneka tanaman dalam pot, di sepanjang pagar balkon. Penataan dilakukan di atas rak, yang dibuat menjulur sepanjang 40cm, ke luar bangunan. Rak terbuat dari rangka besi berdiameter 10mm, dan ditambatkan di bagian bawah pagar balkon. Agar rangka besi ini kuat menahan beban tanaman, rak ditempelkan ke dinding menggunakan dinabolt.

Dudukan pot, sekaligus alas rak, menggunakan kawat berukuran 2cmx2cm. Kawat diikat dengan rangka besi menggunakan clamp. Lubang kawat berfungsi sebagai celah, untuk mengalirkan air dari dalam pot atau air hujan. Penataan tanaman pot memberi banyak kemudahan. Tidak menyita banyak lahan. Mudah dibongkar atau ditata ulang, jika ingin mengganti suasana.

Deretan tanaman pot di sepanjang pagar, membuat balkon terlihat rimbun. Suasana segar dan nyaman ala taman pun terpenuhi. Keberadaan taman balkon juga turut memperindah tampilan fasad rumah. Fasad yang semula tampak kaku, akan menjadi lebih lembut, dan tidak monoton.
Sumber: Indra/Anissa/IDEA