Jumat, 16 Desember 2011

Kementan Perketat Persyaratan Teknis Pemasukan Produk Pertanian



Jakarta – Untuk meminimalisir resiko masuk dan tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) eksotik yang kian meningkat seiring dengan banyaknya pemasukan berbagai media pembawa, baik yang berupa produk maupun benih tanaman khususnya hortikultura, Kementerian Pertanian mengeluarkan beberapa Peraturan Menteri, antara lain (1) Peraturan Menteri No 88/Permentan/PP.340/12/2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan, (2) Peraturan Menteri No 89/ Permentan/OT.140/12/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pertanian No 37/Kpts/Hk. 060/1/2006 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan  Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah – Buahan dan/ atau Sayuran Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, dan  (3) Peraturan Menteri Pertanian No 90/ Permentan/OT.140/12/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian No. 18/ Permentan/OT.140.2/2008 tentang Persyaratan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan hasil Tumbuhan Hidup Berupa Sayuran Umbi Lapis Segar Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.
 
“Peraturan – peraturan tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memperketat persyaratan teknis pemasukan produk Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) dan pengetatan tempat pemasukan,” demikian dikatakan Menteri Pertanian, Dr. Ir. Suswono, MMA saat mengadakan jumpa pers yang didampingi Kepala Badan Karantina, Ir. Banun Harpini. Rabu (14/12)
 
Menurut Mentan, Peraturan Menteri Pertanian yang baru tersebut akan berlaku secara efektif mulai 3 bulan ke depan setelah tercatat dalam Lembaran Negara. Dengan demikian, maka tempat pemasukan buah – buahan dan sayuran segar serta umbi lapis yang hidup hanya dapat dilakukan melalui Pelabuhan Belawan (Sumut), Bandara Soekarno Hatta (Tangerang), Pelabuhan Makasar dan Pelabuhan Tanjung Perak.
 
Lebih lanjut dijelaskan Mentan, dalam kurun waktu 2 tahun terakhir, telah terdeteksi adanya OPTK baru di sentra tanaman pangan dan hortikultura, antara lain Panthoea stewartii, Aphelenchoides fragariae, Psedomonas capsici serta OPTK baru yang belum terdaftar di Peraturan Menteri Pertanian No 38 tahun 2006 yang meliputi penyakit virus disebabkan oleh Tomato infectius Chlorosis Crinivirus (TICCV)
 
“OPTK tersebut memiliki daya rusak yang tinggi terhadap komoditas strategis pertanian kita. Karena itu Kementan melakukan review terhadap beberapa tempat pemasukan produk pertanian, yang salah satunya ditengarai karena tingginya arus lalu lintas dan kurangnya SDM sehingga diharapkan dengan terbitnya beberapa peraturan Menteri Pertanian yang baru maka pelaksanaan pengawasan dan tindakan karantina menjadi lebih optimal,” kata Mentan.
 

Minggu, 06 Maret 2011

Produk Pertanian Indonesia Perlu Dipasarkan Melalui E-Market

Jakarta - Produk pertanian dinilai perlu menggunakan konsep electronic market (e-market) dalam hal pemasaran. Hal ini dilakukan guna meningkatkan daya saing dengan produk pertanian luar negeri.

Demikian disampaikan oleh Ketua Yayasan Coop Indonesia, Adi Sasono disela acara Agrinex Expo 2011 di JCC, Senayan, Jakarta (6/3/2011).

''E-Market merupakan sistem pemasaran yang dilakukan secara elektronik. Produknya langsung dilihat melalui sistem, sehingga jarak antara produsen dan konsumen menjadi lebih dekat,'' ujar Adi.

Akan tetapi, lanjutnya, supaya ada kepercayaan di kedua belah pihak maka harus ada beberapa syarat yang harus dilakukan. ''Karena orang tidak dapat melihat wujud barangnya. Misalnya, ada standar produk yang dijamin lembaga surveyor independen, terjaminnya ketersediaan produk, dan proses pembayarannya pun juga harus terjamin, tidak boleh ada gagal bayar,'' terangnya.

Namun, sebelum menggunakan konsep e-market, perlu diterapkan adanya standarisasi bagi produk-produk pertanian yang ingin dipasarkan.

''Hanya sayur dan buah-buahan yang nilai ekspornya masih kecil dibandingkan impor. Padahal, negara kita adalah negara penghasil buah terbesar di Indonesia,'' kata Adi.

Menurutnya, permasalahan tersebut terjadi karena produk sayur dan buah lokal masih belum memiliki standarisasi yang jelas. Padahal untuk masuk ke dalam e-market diperlukan terlebih dahulu adanya standariasi sebuah produk.

Senada dengan Adi, Dirjen P2HP Kementerian Pertanian, Zaenal Bachrudin mengatakan dengan adanya e-market dapat memberikan keuntungan yang baik bagi para petani. Hal tersebut dirasa dapar memutus tata niaga yang panjang, serta membuat tata niaga baru yang berkeadilan kepada produsen atau petani.

''Tata niaga atau transaksi yang berkeadilan tersebut memiliki ciri, yakni adanya keikhlasan dimana antara penjual dan pembeli ada transparansi yang di dalamnya terdapat standarisasi. Serta ada harga yang ditawarkan juga sesuai dengan kualitas produk terkait,'' terang Zaenal.(nrs/dru)

by:detikfinance.com